welcome to blog putra toraja

Jumat, 22 Maret 2013

TARIAN PA'GELLU SENI TANA TORAJA




Lakon Ritual Aluk Todolo dalam menunaikan aturan keagamaan yang berwujud pada pemujaan terhadap Puang Matua, Deata maupun To Mambali Puang, banyak dimanifestasikan dalam bentuk seni tradisional seperti seni tari, seni suara, seni musik, seni sastra tutur, seni ukir dan seni pahat.


Kesenian yang diapresiasikan senantiasa berkaitan dengan Aluk Rambu Tuka' dan Aluk Rambu Solo'. Pada umumnya jenis-jenis kesenian yang dipentaskan secara khusus untuk masing-masing kegiatan ritual adat, baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo'. Namun ada juga jenis kesenian yang dipentaskan pada kedua jenis ritual. Jenis kesenian tersebut disebut Ada' Basse Bubung, yaitu kesenian yang boleh dipentaskan pada upacara kegembiraan Aluk Rampe Matallo maupun pada acara kedukaan Aluk Rampe Matampu'.


Hampir semua ragam seni yang dipentaskan merupakan perpaduan beberapa ragam seni, seperti perpaduan antara seni suara dengan seni tari, seni tari dengan seni musik, atau seni suara dengan seni musik.




Jenis kesenian yang telah dikembangkan dalam budaya masyarakat Tana Toraja antara lain : Tarian Ma'gellu awalnya dikembangkan di Distrik Pangalla' kurang lebih 45 km ke arah Timur dari kota Rantepao dan biasanya dipentaskan pada upacara khusus yang disebut Ma'Bua', yang berkaitan dengan upacara pentasbihan Rumah adat Toraja/Tongkonan, atau keluarga penghuni tersebut telah melaksanakan upacara Rambu Solo' yang sangat besar (Rapasaan Sapu Randanan).


Saat ini tarian Ma'gellu' sering juga dipertunjukkan pada upacara kegembiraan seperti pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara penerimaan tamu terhormat. Tarian ini dilakukan oleh remaja putri dengan jumlah ganjil dan diiringi irama gendang yang ditabuh oleh remaja putra yang berjumlah empat orang. Busana serta aksesoris yang digunakan adalah khusus untuk penari dengan perhiasan yang terbuat dari emas danperak seperti Keris Emas/Sarapang Bulawan, Kandaure, Sa'pi' Ulu', Tali Tarrung, Bulu Bawan, Rara', Mastura, Manikkata, Oran-oran, Lola' Pali' Gaapong, Komba Boko' dan lain-lainnya.


Tarian Boneballa'/Ondo Samalele' sama seperti tarian Ma'gellu' tarian ini juga termasuk jenis tari kegembiraan yang biasanya dipentaskan dalam upacara syukuran kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, rasa syukur atas keberhasilan/ kesuksesan keluarga besar dalam menyelesaikan pembangunan kembali (rehabilitasi atau restorasi) tongkonannya. Upacara ini biasanya disebut Merok, biasa juga dikaitkan dengan selesainya suatu keluarga menyelenggarakan upacara Rambu Solo' yang besar mangrapai'/sapu randanan. Bone Balla' ditarikan oleh kaum wanita dan remaja putri yang adalah keluarga yang berasal dari tongkonan itu. Tarian ini diiringi dengan tabuhan gendang yang iramanya dikenal dengan sebutan Oni Tumburaka dan Oni Tuntunpitu. Tarian Boneballa' juga selalu diiringi dengan lirik lagu yang disebut Passengo/syair-syair pemujaan kepada Tuhan. Pakaian dari penari juga khusus dan memakai perhiasan yang sama dengan tari Ma'gellu' namun lebih dilengkapi lagi dengan hiasan : Sissin Ake', Tida-tida, Dodo Tannung Pamiring, Bayu Paruki' dan Passapu. Tari Boneballa' ditutup dengan tari massal yang diikuti dengan puluhan keluarga.


Tarian Pa' Gellu'

Kamis, 21 Maret 2013

GUNUNG SESEAN


Gunung Sesean 2100 mdpl Terletak di Kabupaten Tanah Toraja Sulawesi Selatan, kita dapat menjangkaunya dari Makassar lewat kab. Sidrap, kemudian melewati kab.Enrekang lau sampailah di kab. Tanah toraja memudian menuju kecamatan sesean. Tempat ini dapat di jangkau dengan mobil angkutan kota sebesar Rp: 15.000 rupiah tahun 2009. Tapi kebanyakan para pendaki dating dengan menggunakan motor


Ini adalah salah satu Gunung yang paling sering dikunjungi oleh para pendaki, karena hanya butuh beberapa jam kira-kira 4jam untuk sampai di puncaknya. Terdapat 9 pos sampai di puncaknya.gunung ini juga sering dijadikan tempat piknik keluarga karna gunung ini sangat terbuka dan sangat jarang ditumbuhi oleh pepohonan, hall ini dis ebabkan karna gunung sesean pernah terjadi kebakaran hutan yang hamper menggabiskan 1/8 dari gunung. Gunung ini sangat menarik hati para pendaki karna dari atas puncak dapat melihat seluruh kab. Tanah toraja apabila cuaca sedang baik.
Trakking pertama di mulai dari kec.sesean sampan kantor desa. Dengan ketinggian 1400 mdpl menuju pos 1 terdapat pohon pinus besar dan pohon bamboo yang rimmbun.disini kita dapat istirahat “hati-hati dengan anjing penduduk” menuju pos 2 jalan dipenuhi bebetuan dan melewati kebun  kopi penduduk, kita juga melewati sebuah batu yang penduduk sekitar menyebutnya batu tumonga yang berarti batu mendongak  konon batu ini adalah jelmaan seekor kerbau besar yang yang berubah menjadi batu dengan posisi kepala mendongak keatas. Lokasi pos 2 sangat bagus sebagai tempat istirahat karna dari pos ini kita dapat melihat pemandangan yang sangat indah dan terdapat juga mata air di seblah barat. menuju pos 3.4.dan pos 5 tidak terlalu sulit. di pos 6 terdapat mata air yang sangat jernih. Di pos inilah para pendaki sering kali menginap karna di pos inilah sumber mata air terakhir.memang ketinggianya tidak terlalu tinggi tetapi kabut dan cuaca dingin dapat menyerang tiba-tiba karna gunung ini sangat terbuka maka angin lembah sangat leluasa berhembus.
Menuju pos 7 harus berhati-hati karna melewati pinggiran jurang, sesampai di pos 8 jalan sangat menanjak dan licin,pos 9 adalah puncak dari gunung sesean dengan elevasi 2100 mdpl yaitu berupa batu yang sangat besar. Apabila ingin menginap di puncak di sarankan agar tenda di ikat keras karnah angin dari lembah sangat keras dan jagan berdiri dekat dengan jurang karna sangat berbahaya, air juga harus dibawah dari pos 6 karna di puncak tidak terdapat sumber air.
Gunung ini sangat ramai di kunjungi bahkan oleh turis asing, kebanyakan gunung ini ramai di kunjungi pada momen, tahun baru, 17 agustus, hari bumi dan sumpah pemuda dan sering di adakan upacara babi para pecinta alam.
Untuk info lengkap kunjungi Categore laporan kegiatan KPA Garis. Makasih
Rekor :
G.Bawakaraeng 2800 MDPL  thn 2009
G.Rante Mario Latimojong 3478 MDPL thn 2009
G.Mekongga 2620 MDPL thn 2009
G.Tolangi 3016 MDPL thn 2009
G.Balease 2894 MDPL thn 2009
G.Sesean 2100 MDPL   thn 2002-2009
G.Buntu Puang 1904 MDPL  thn 2009
G.Bambapuang 1012 MDPL thn 2010
G.Sinaji latimojong 2600 MDPL   thn 2010
G.kambuno 2950 MDPL   thn 2010
G.Gandang Dewata  3037 MDPL  thn 2010
G.Nenemori Latimojong 3397 MDPL  thn 2011

JENIS UKIRAN DI TORAJA DAN MAKNANYA

Umumnya bangunan tradisional Toraja seperti rumah adat Tongkonanmemiliki banyak ragam ukiran-ukiran yang menggambarkan simbol-simbol dari benda yang ada di sekitar hidup dan kehidupan manusia. seperti benda-benda langit, hewan dan tumbuhan baik yang hidup di darat ataupun di dalam air juga benda-benda berharga yang ada pada tongkonan.
Dari seluruh ragam ukiran yang terdapat pada rumah tongkonan, lumbung dan erong, ada 4 dasar ukiran atau dalam bahasa toraja disebut sebagai garonto' passura' diantaranya:
Pa' tedong, merupakan lambang tulang punggung kehidupan dan kemakmuran.
Pa' barre Allo, Lambang dari sumber kehidupan yang berasal dari sang pencipta.
Pa' Manuk Londong, melambangkan adanya aturan atau norma hukum (adat) dan kepemimpinan.
Pa' Sussu', melambangkan bentuk kesatuan masyarakat yang demokratis dan kebijakan untuk penentuan dasar-dasar kehidupan.
Garonto' Passura' tersebut harus ada pada tongkonan utama atau tongkonan yang menjadi induk dari beberapa tongkonan yang lain dalam bahasa toraja disebut sebagai tongkonan Layuk atau tongkonan pekaindoran.
Dahulu ukiran dan pewarnaan dikerjakan sebelum dipasang (di pabendan) namun dalam perkembangannya saat sekarang ini pengukiran dan pewarnaan dapat dikerjakan setelah konstruksi selesai. sedangkan bahan pewarnaan ukirannya sampai sekarang masih ada yang menggunakan tanah (litak) yang memiliki warna kuning, merah, dan orange yang diambil dari berbagai tempat di toraja yang memiliki warna tanah tersebut.
Meskipun kini pengaruh ukiran jawa dan bali telah merambah kesemua pelosok nusantara bahkan dunia termasuk Tana toraja tetapi tidak mempengaruhi ukiran pada rumah adatnya. Perkembangan yang ada hanyalah pada variasi setiap jenis ukiran. sehingga sampai pada saat ini sudah terdapat sekitar 125 jenis ukiran-ukiran Toraja yang memiliki arti dan makna masing-masing.


Berikut ini beberapa jenis ukiran yang banyak dijumpai pada Rumah adat Tana Toraja (Tongkonan) ataupun pada Lumbung (Alang):
PA' BARRE ALLO
Barre = Terbit / Bulat
Allo = Matahari
Ukiran yang menyerupai bulatan matahari, jenis ukiran ini banyak ditemukan pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja pada papan bagian atas berbentuk segi tiga (Para Longa). Biasanya diatas ukiran Pa' Barre Allo diletakkan ukiran Pa' Manuk Londong.
Makna dari ukiran ini adalah: Percaya bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan Yang Maha Esa), selain itu pemilik tongkonan mempunyai kedudukan yang tertinggi dan mulia.


Pa' Barre Allo

PA' MANUK LONDONG

Manuk = Ayam
Londong = Jantan
Pa' manuk londong adalah ukiran berupa ayam jantan, biasanya terdapat pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja pada papan atas berbentuk segitiga. biasanya ukiran ayam jantan diletakkan di atas ukiran pa' barre allo.
Makna dari ukiran ini adalah: Melambangkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, dapat dipercaya oleh karna pintar, pemahaman dan intuisinya tepat serta selalu mengatakan apa yang benar (Manarang ussuka' bongi ungkararoi malillin).

Pa' Manuk Londong

PA' TEDONG
Tedong = Kerbau
Ukiran ini biasanya dilukiskan pada papan besar teratas (Indo' Para) dan pada dinding-dinding penyanggah badan rumah (Manangga banua). bagi masyarakat toraja kerbau adalah hewan paling tinggi nilai dan statusnya, untuk itu bagi masyarakat toraja kerbau dijadikan standar / ukuran dari semua harta kekayaan.
Makna dari ukiran ini adalah: Ukiran ini bermakna sebagai lambang kesejahteraan dan kekayaan bagi masyarakat toraja, selain itu ukiran ini juga melambangkan kebangsawanan.


Pa' Tedong

PA' DOTI LANGI'

Doti = Ilmu (hitam)
Doti = Saleko (tedong saleko) / Kerbau belang
Doti = Baik = Cantik
Langi' = Langit
Ukiran ini berupa palang yang berjejer-jejer dan ditengah-tengah ada semacam bintang bersinar seperti bintang di atas langit.
Makna dari ukiran ini adalah: Kepintaran / prestasi yang tinggi, kearifan dan ketenangan, juga mempunyai cita-cita yang tinggi pemikiran yang jauh cemerlang kedepan, bisa juga berarti wanita bangsawan, mempunyai kasta tinggi.

Pa' Doti Langi'


PA' KAPU' BAKA
Kapu' = Ikat
Baka = Bakul

Kapu' Baka = Pengikat bakul tampat menyimpan harta kekayaan rumah.
Pa' kapu' baka adalah ukiran yang menyerupai simpulan-simpulan penutup bakul (baka) baka bua dalam bahasa toraja adalah merupakan tempat untuk menyimpan harta bagi orang-orang tua jaman dahulu, sebelum ada peti, lemari, atau koper. simpulan-simpulan dari tali ini benar-benar rapih sehinggah ujung simpulan dari tali tidak kelihatan dan jika simpul telah berubah berarti ada yang telah mengambil sesuatu dari dalam bakul itu,
Makna dari ukiran ini adalah: Melambangkan kekayaan dan kebangsawanan, simpul rahasia melambangkan pemilik rumah memiliki pola kepemimpinan dan sukar ditiru oleh orang lain, selain itu juga pandai dalam memelihara rahasia keluarga.

Pa' Kapu' Baka

PA' ULU KARUA
Ulu = Kepala
Karua = Delapan (8)

Menurut mitos orang toraja, dahulu kala ada delapan leluhur dari orang toraja yang masing-masing menurunkan ilmu dan pengetahuan menyangkut kehidupan manusia dan dunianya. kedelapan orang inilah yang merupakan penemu (pencipta) ilmu pangetahuan yang diturunkan kepada anak cucu turun-temurun. ilmu dan keterampilan inilah yang dikembangkan manusia dari masa-kemasa hingga pada saat ini antara lain: to sikambi' lolo tau (Ilmu kesehatan dan para medis), To sikambi' lolo tananan (Ilmu tumbuh-tumbuhan / pertanian), to sikambi' to manarang (Ilmu Teknik), dll.
Pa' ulu karua juga berarti bahwa orang yang mempunyai kemampuan untuk berbaur dengan orang lain.
Makna dari ukiran ini adalah: diharapkan dalam keluarga muncul orang (anggota keluarga) yang memiliki ilmu yang tinggi untuk kepentingan keluarga dan masyarakat.


Pa' Ulu Karua

PA' ULU GAYANG
Ulu = Kepala

Gayang = Keris Emas
Pa' ulu gayang adalah ukiran yang menyerupai kapala (tangkai) keris emas. jadi merupakan bagian dari pada keris emas (gayang / gaang)
Makna dari ukiran ini adalah: Oleh karna ulu gayang adalah bagian dari gayang (keris emas) maka makna dari ukiran ini sama dengan makna ukiran pa'gayang yaitu malambangkan laki-laki yang mulia, kaya, bijak dan dari golongan bangsawan.

Pa' Ulu Gayang

PA' BOMBO UAI

Bombo uai = anggang-angang
Pa' bombo uai adalah ukiran yang menyerupai binatang air (anggang anggang) yang dapat bergerak menitih air dengan halus dan sangat cepat.
Makna dari ukiran ini adalah: Pintar-pintarlah menitih kehidupan ini dalam hal ini adalah lincah, cekatan, cepat, dan tepat. selain itu ukiran ini juga berarti manusia harus mempunyai keterampilan dan kemampuan yang cukup dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.


Pa' Bombo Uai

PA' BULU LONDONG
Bulu = Bulu
Londong = Jantan

Ukiran ini menyerupai rumbai ayam jantan. ada pepatah mengatakan: ayam dikenal karna tingkah lakunya. pada ukiran Pa' manuk londong telah dijelaskan tentang arti dan makna Londong (ayam jantan). Pa' bulu londong biasanya di garunggang atau diukir tembus.
Makna dari ukiran ini adalah: Bulu rumbai manghiasi ayam jantan demikian pula keperkasaan dan kewibawaan menyertai seorang pemimpin dan lelaki pemberani.





Pa' Bulu Londong

PA' DAUN PARIA

Paria = sayur paria atau Pare
Kita tau bahwa paria ini merupakan tanaman yang pahit. baik buah dan daun dapat dijadikan sayur-sayuran dan obat-obatan seperti obat batuk, atau malaria.
Makna dari ukiran ini adalah: kadang sesuatu yang pahit itu adalah obat yang dapat menyembuhkan. seperti teguran atau nasehat yang harus diterima walau menyakitkan namun akan membawa kebaikan.

Pa' Daun Paria

Rabu, 20 Maret 2013

MAYAT BERJALAN TRADISI MASYARAKAT DI SESEAN

GUNUNG Sesean, Kec Sesean Suloara yang terletak di ketinggian 1300 mdpl masih menyimpan misteri. Ritual membangunkan mayat yang menjadi tradisi warga setempat masih menjadi pertentangan sejumlah pihak. Pernahkah anda melihat bagaimana ritual masyarakat setempat membangkitkan jenazah dari kuburan.


Almarhum Piter Sampe Sambara' yang telah wafat sekitar 80 tahun lalu. Bangkit dari tidur panjangnya. Setelah keluarga dan kerabat dekatnya menjalankan tradisi mengganti pakaian jenazah. Prosesi ini dikenal dengan istilah ritual adat Ma'nene.

Tradisi mengganti pakaian almarhum Piter Sampe Sambara' ini dilakukan kerabatnya sebagai bentuk penghargaan kepada leluhur. Tepat hari Kamis, 23 Agustus 2012 keluarga besar Piter Sampe Sambara' sepakat membongkar peti jenazah kerabatnya yang dikubur di liang batu. Sebelum ke kuburan, masyarakat dan handai taulan berkumpul di pelataran desa di bawah deretan rumah tradisional khas Toraja, Tongkonan.

Mayat orang Toraja selalu dikuburkan di liang batu. Tradisi itu erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat setempat. Mereka meyakini leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Tak layak jasad orang yang meninggal dikuburkan di dalam tanah. Bagi mereka itu bisa merusak kesucian bumi yang berdampak pada kesuburan tanah.

Di bawah kuburan tebing batu keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah leluhurnya diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan tarian Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.

Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad Piter Sampe Sabara'. Mereka mempercayai ada kehidupan kekal setelah kematian. Kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Setiap keluarga di desa itu memiliki kewajiban mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia berpuluh-puluh tahun lalu.

Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.

Tamu-tamu dan kerabat mereka disuguhi makanan khas daging babi bagi yang nasrani serta daging kerbau dan ayam bagi yang muslim. Setelah itu, masyarakat dan kerabatnya berangkat menuju persemayaman jenazah keluarga mereka. Namun, tempat yang dituju bukan lagi liang batu, melainkan sebuah Pa`tane yakni rumah kecil yang digunakan untuk menyimpan jasad para leluhur mereka.

Berbagai kegiatan ritual ini selalu diawali dengan memotong kerbau dan babi. Tradisi yang diwariskan leluhurnya itu dipercaya akan membawa kemudahan bagi warga setempat. Ritual yang menjadi rutinitas tahunan masyarakat setempat diyakini memudahkan penduduk setempat mendapat binatang buruan dan mencari buah-buahan di hutan. Tanaman pertanian panen lebih cepat dengan hasil melimpah.

Mereka menganggap jasad orang yang meninggal harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya. Ritual Ma`nene, yang diamanatkan leluhurnya, mendiang Pong Rumasek. Tradisi ini juga dimaknai sebagai perekat kekerabatan diantara mereka. Bahkan Ma`nene menjadi aturan adat yang tak tertulis yang selalu dipatuhi setiap warga.

Ketika salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggal mati tak boleh kawin lagi sebelum mengadakan Ma`nene. Mereka menganggap sebelum melaksanakan ritual Ma`nene status mereka masih dianggap pasangan suami istri yang sah. Tapi, jika sudah melakukan Ma`nene, maka pasangan yang masih hidup dianggap sudah bujangan dan berhak mencari pasangan hidup.

Senin, 18 Maret 2013

UPACARA RAMBU SOLO' DI TORAJA


Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan anisme politeistik yang disebut aluk, atau “jalan” (kadang diterjemahkan sebagai “hukum”). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan denganPuang Matua, dewa pencipta.Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi),Indo’ Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo’ Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.


Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya.





Upacara Pemakaman


Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Upacara kematian ini disebut Rambu Solo’.


Rambu Solo’ merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.


Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.


Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.


Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Terdapat beberapa dokumentasi upacara Rambu Solo’.
































AIR TERJUN SARAMBU





Ketinggian Air Terjun Sarambu Assing ini sekitar 60 m.

Lokasi
Terletak di Desa Lembang Patongkoan Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Propinsi Sulawesi Selatan.
Peta dan Koordinat GPS:

Aksesbilitas
Berjarak sekitar 35 km dari kota Makale dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dan empat melalui jalan utama propinsi yang menjadi penghubung antara Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Tana Toraja. Kondisi jalan ini sudah cukup bagus dengan aspal.

WISATA KAMBIRA (kuburan bayi)







Obyek wisata satu ini sangat unik, karena jenazah bayi yang sudah meninggal dimasukkan ke batang pohon. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam batang pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi, dengan ketentuan lubang tidak boleh menghadap ke arah kediaman keluarga yang meninggal. Mayat bayi lalu diletakkan ke dalam, dan ditutupi dengan serat pohon dari bahan pelepas enau (kulimbang ijuk). Pengunjung yang bertanda di perkampungan ini, bisa melihat langsung kuburan para bayi yang dimakamkan di atas pohon. Pohon tersebut bernama Tarra, pohon yang menyerupai pohon buah sukun dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter. Pohon ini telah berumur sekitar 300 tahun dan tersimpan puluhan jenazah bayi berusia 0-7 tahun di dalamnya. Obyek wisata Kambira berada di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Kota Rantepao. Saat ini pohon tempat menyimpan mayat bayi tersebut sudah tidak digunakan lagi. Namun pohon Tara tersebut masih terlihat tegak berdiri, sehingga menjadi data tarik yang banyak dikunjungi wisatawan lokal mau pun mancanegara

Kambira, Pohon Pemakaman Bayi
BAYI punya pemakaman unik. Mereka yang meninggal sebelum memiliki gigi akan dikuburkan di dalam sebatang pohon. Orang Toraja memilih pohon khusus berjenis kayu tarra' yang rimbun dan tinggi menjulang. Inilah Kambira.


Lokasi ObyekK ambira
Terletak di Desa/Lembang Buntu, Sangalla, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berjarak sekitar 23 kilometer sebelah selatan kota Rantepao atau 9 kilometer sebelah barat kota Makale.

Gambaran umum
Bayi yang meninggal diletakkan dalam keadaan berlutut menghadap keluar dan dibalut kain putih. Lubang-lubang yang dibuat dengan cara memahatnya itu kemudian ditutup dengan ijuk. Pohon tarra merupakan jenis pohon yang besar dengan garis lingkar mencapai delapan meter.

Pemakaman bayi ke dalam batang pohon ini diiringi dengan prosesi adat, termasuk dengan memotong seekor babi jantan yang berwarna hitam. Lubang-lubang itu selalu berlawanan arah dari perkampungan karena demikianlah aturan adatnya. Uniknya, kendati berisi mayat, situs itu tidaklah berbau busuk.

Akses Kambira
Dapat diakses dari Rantepao maupun Makale dengan kendaraan pribadi, atau fasilitas transportasi hotel.


Tarif
Untuk masuk lokasi situs ini, wisatawan dikenai biaya sebesar Rp 5.000 sebagai kontribusi untuk perawatan

LEMO

Pemerintah Kabupaten Tana Toraja tahun ini memprioritaskan untuk pengembangan kawasan wisata kuburan batu Lemo sebagai objek wisata andalannya.


        Tidak tanggung-tanggung, untuk pengembangan kawasan wisata itu, tahun ini dianggarkan dana miliaran rupiah dalam APBD 2011.Kepala luwuraya.com, Ketua DPRD Tana Toraja Welem Sambolang mengatakan pihaknya optimis perkembangan pariwisata Tana Toraja di tahun ini akan meningkat.Sebab dalam APBD 2011, DPRD Tana Toraja sudah menyetujui untuk mengalokasikan dana yang besar untuk pengembangan dan membuka kawasan wisata di daerah itu.“Sekitar Rp2 miliar lebih anggaran untuk pengembangan dan membuka baru kawasan wisata, semoga saja itu dapat memberikan nilai tambah dalam pengembangan pariwisata di Tana Toraja,” ujar Welem.Menurutnya, salah satu kawasan wisata yang mendapat perhatian yakni kawasan wisata kuburan batu Lemo yang ditargetkan akan menjadi kawasan wisata andalan daerah tersebut.Untuk diketahui, kawasan kuburan batu Lemo adalah makam batu pahat tradisional Tana Toraja. Di dalam batu yang dilobangi itu, ditempatkan jenasah yang dikuburkan.Menurut kepercayaan masyarakat setempat, letak makam yang berarti semakin tinggi pula status orang tersebut.Di depan makan, terdapat Tao-Tao atau yang berarti patung-patung. Sayangnya, sejumlah fasilitas di kawasan ini sudah dalam kondisi rusak akibat kurang terawat. Diharapkan, dengan adanya perhatrian dari pemerintah, akan mengembalikan keelokan kawasan wisata ini. (ar)

BATU TUMONGA DAN LO'KO MATA




Toraja memiliki banyak hal bagi para wisatawan. Sebagaimana dengan saudara kabupatennya di Tana Toraja, kota Rantepao ibu kota Kabupaten Toraja Utara menjadi episentrum kedatangan para wisatawan. Daerah ini punya magnet tersendiri bagi siapa saja yang hendak berkunjung. Batutumonga sebuah objek wisata nan eksotik terletak di lereng Gunung Sesean, tepatnya d Kecamatan Sesean Suloara. Batutumonga dikenal karena pemandangannya nan mempesona. Hamparan terasering sawah petani, kampung tradisional dan pemandangan kota Rantepao, dapat anda saksikan. Pemandangan istimewa objek ini utamanya terjadi pada bulan Maret hingga April. Di bulan itu musim menanam padi sedang puncak-puncaknya dilakukan para petani. Atau saat musim panen tiba yang terjadi sekira dibulan Juli hingga Agustus. Saat panen tiba, padi yang menguning ditimpa sinar mentari laksana hamparan emas, membentang dihadapan mata. Kunjungan anda ditempat ini akan sempurna saat anda menyeruput rasa dahsyatnya kopi Toraja, pada kafe dan restauran yang turut hadir menambah keistimewaan perjalanan nada. Dari beberapa wawancara yang dilakukan, wisatawan mancanegara maupun domestik menjadikan tempat ini sebagai salah satu objek wisata favoritnya. Bahkan saat tiba di Makassarmereka biasanya langsung menanyakan dimana Batutumonga. Jarak antara Rantepao ke Batutumonga sekira 24 km. Dengan menggunakan bemo, sebutan bagi angkutan kota oleh masyarakat Toraja, yang selalu mangkal di terminal Bolu ataupun kendaraan sewa lainnya, tempat ini mudah untuk dicapai. Kebanyakan para wisatawan lebih memilih berjalan kaki. Dikenal dengan sebutan trekking mata anda akan dipuaskan dengan pemandangan natural alam Toraja, dengan penduduknya yang khas. Rasanya tak lengkap bila anda ke Toraja namun tak sempat untuk singgah di Batutumonga.

KE'TE KESU'

Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir. Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.

LONDA


Di dinding curam sebuah bukit, nampak peti mati bertumpuk di celah tebingnya. Patung kayu manusia lengkap dengan pakaian berjejer rapi di dinding tebing yang dipahat ibarat jendela sebuah rumah. Tak jauh dari makam gantung ini, tersembunyi sebuah gua makam yang usianya ratusan tahun. Inilah tempat yang telah memukau banyak wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Pastikan Anda memasukkan Londa dalam daftar tujuan wisata yang perlu disambangi. Tidak ke Londa maka Anda belum mengenal Toraja!Setiap suku bangsa di dunia dengan adat dan kepercayaannya memiliki cara berbeda dalam menghormati dan menguburkan kerabat yang sudah meninggal. Sudah bukan rahasia bahwa cara masyarakat Tana Toraja (khususnya kaum bangsawan) dalam menguburkan kerabatnya adalah salah satu yang paling unik di dunia. Serangkaian upacara pemakaman adat yang mahal (Rambu Solo) dan makam gua pada tebing-tebing yang tinggi dapat Anda temui di Tana Toraja, Makasar, Sulawesi Selatan.Londa adalah salah satu gua makam paling popular sebagai tujuan wisata di Tana Toraja. Objek wisata Londa berada di Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi. Lokasinya kurang lebih 7 kilometer dari selatan Kota Rantepao, pusat pariwisata dan akomodasi bagi wisatawan. Oleh karena itu, Londa mudah dicapai dengan kendaraan umum seperti bemo, ojek, atau pun mobil atau motor sewaan.

Untuk mencapai lokasi gua makan Londa, Anda harus menuruni sejumlah anak tangga. Pastikan sebelumnya Anda menyewa lentera petromak dari masyarakat lokal seharga Rp25.000,-. Untuk memasuki kawasan gua makam Londa, Anda memang memerlukan lentera sebagai penerang. Anda dapat membawa sendiri lentera ini atau meminta seseorang (yang juga berperan sebagai guide) untuk membawanya. Biasanya, tour guide khusus gua makam Londa tidak menentukan tarif, Anda bebas menentukannya.
Dari kejauhan, tampak tebing curam yang dirimbuni hijau pepohonan. Jika mata Anda jeli, Anda mungkin melihat peti jenazah berwarna cerah diselipkan di celah-celah dinding tebing. Di kaki tebing tinggi nan rimbun inilah, tersembunyi sebuah gua alam yang dijadikan makam.
Setibanya di dekat gua, Anda mungkin dengan segera menangkap nuansa mistis. Alam yang masih hijau dan liar serta cuaca pegunungan yang dingin akan juga menyambut setibanya di lokasi. Di dinding tebing sekitar gua, Anda akan melihat deretan patung kayu (tau-tau) di tebing batu yang dipahat serupa etalase tanpa kaca bagi patung-patung tersebut. Tau-tau adalah kayu yang dipahat semirip mungkin dengan jenazah yang dikubur di sana. Biasanya kayu yang dipilih adalah kayu nangka yang cenderung berwarna kuning, warna yang paling dekat dengan warna kulit manusia. Beberapa tau-tau dibuat dengan memerhatikan detailnya; garis kerut wajah atau kulit leher yang kendur sebab sudah tua dipahat dengan teliti.
Di sekitar barisan tau-tau, tampak peti-peti mati (erong) yang disangga oleh kayu sedemikian rupa hingga peti-peti tersebut aman berada di atas tebing. Rupanya inilah makam gantung yang kerap disebut-sebut orang sebagai daya tarik lain dari Tana Toraja. Peti mati (erong) tersebut adalah peti mati kaum bangsawan atau yang kedudukannya terhormat. Semakin tinggi letak petinya maka semakin tinggi derajat jenazah yang dikubur di sana.
Masyarakat Toraja percaya bahwa orang yang meninggal dapat membawa hartanya ke kehidupan setelah mati. Inilah salah satu alasan mengapa mereka mengubur peti-peti mati di tempat-tempat yang tinggi. Selain untuk melindungi harta yang ikut dikubur, mereka juga percaya bahwa semakin tinggi letak peti mati maka semakin dekat perjalanan roh yang meninggal menuju tempatnya setelah mati (nirwana).
Sebelum memasuki gua, tampak tulang-tulang berserakan. Tulang-tulang tersebut berasal dari peti mati yang jatuh dari tebing tempatnya semula digantung atau karena peti mati sudah hancur dimakan usia. Tengkorak dan tulang-tulang ini dapat saja ditempatkan di peti yang baru, hanya saja untuk melakukan hal tersebut harus pula dilaksanakan upacara adat yang sangat mahal; upacara yang mungkin sama saat peti tersebut pertama kali dikuburkan.


Upacara pemakaman secara adat bagi jenazah bangsawan Toraja dikenal dengan nama Rambu Solo. Untuk dapat melaksanakan upacara adat ini, sanak keluarga yang ditinggalkan harus menyembelih sekira 24 hingga 100 ekor kerbau (bagi golongan bangsawan) atau sekira 8 ekor kerbau dan 50 babi (bagi golongan menengah). Untuk memenuhi syarat tersebut, tak jarang keluarga yang ditinggalkan membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk dapat mengumpulkan semua kebutuhan yang diperlukan dalam melaksanakan sebuah upacara Rambu Solo. Selama menunggu upacara tersebut dilaksanakan, jenazah dianggap belum meninggal dengan sempurna (sakit). Oleh karena itu, jenazah akan disimpan di rumat adat (tongkonan) dan diperlakukan sebagaimana orang yang masih hidup, misalnya dengan memberinya makanan kesukaan, rokok, dan lainnya. Benda-benda tersebut ditaruh di sisi peti jenazah serupa sesajen. Jenazah yang disimpan itu sebelumnya dibalsam agar tidak menimbulkan bau.

 

Saat Anda menelusuri gua, terdapat lebih banyak lagi tengkorak dan tulang yang berserakan. Di beberapa tempat, tampak pula peti-peti mati yang ditumpuk atau diatur sedemikian rupa. Pengaturan itu disesuaikan dengan garis keturunan atau keluarga. Selain peti mati, terlihat pula pakaian atau rokok yang sengaja ditaruh di sana oleh sanak kerabat jenazah. Kabarnya, kumpulan tengkorak dan tulang belulang yang ada di gua ini sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun.
Gua makam alam Londa memiliki kedalaman hingga 1000 meter. Dalam menelusuri gua makam yang konturnya dipenuhi stalagtit dan stalagmit ini, Anda perlu berhati-hati. Di beberapa bagian gua, ketinggian gua hanya sekira 1 meter, sehingga Anda perlu berjalan membungkuk.
Kondisi gua yang gelap kemungkinan besar menambah aura mistis gua makam ini. Namun begitu, perjalanan menelusuri gua makam Londa tentulah merupakan sebuah pengalaman yang tak akan Anda dapatkan di tempat lain. Pastikan Anda tidak memindahkan apalagi berniat untuk mengambil tulang, tengkorak, atau benda lain di area makam, sebab inilah salah satu etika yang hendaknya dituruti saat memasuki lokasi makam leluhur masyarakat Toraja. Satu lagi yang perlu diperhatikan apabila Anda berkunjung ke Londa: Anda wajib memohon izin sebelumnya dengan membawa sirih pinang atau kembang.

Apabila ada peti mati yang jatuh karena rapuh dari tebing tempatnya semula diletakkan, maka tulang, tengkorak, ataupun dan yang lainnya tidak boleh dipindahkan tanpa persetujuan adat dan serangkaian upacara adat Toraja. Oleh karena itu, Anda perlu berhati-hati jangan sampai menginjak tulang dan tengkorak tersebut, apalagi memindahkannya.
Londa adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah selatan dari Rantepao, Tana Toraja.

PALLAWA




   Dahulu kala seorang lelaki dari Gunung Sesean bernama "Tomadao" bertualang. Dalam petualangallnya ia bertemu dengan seorang gadis dari gunung Tibembeng bernama "Tallo Mangka Kalena". Mereka kemudian menikah dan bermukim di sebelah timur desa Palawa' sekarang ini yang bernama Kulambu. Dari perkawinan ini lahir seorang anak laki-laki bernama Datu Muane' yang kemudian menikahi seorang wanita bernama Lai Rangri'. Kemudian mereka beranak pinak dan mendirikan sebuah kampung yang sekaligus berfungsi sebagai benteng pertahanan. Apabila ada peperangan antara kampung dan ada lawan yang menyerang dan dikalahkan/dibunuh, maka darahnya diminum dan dagingnya dicincang dan disebut Pa'lawak. Pada pertengahan abad ke 11 berdasarkan musyawarah adat disepakati mengganti nama Pa'lawak menjadi Palawa'. Palawa' sebagai suatu kompleks perumahan adat. Dan bukan lagi daging manusia yang dimakan, tetapi diganti dgn ayam, dan disebut Pa'lawa' manuk.
Keturuan Datu Muane secara berturut-turut membangun tongkonan di Palawa'.Sekarang ini terdapat sebelas tongkonan (rumah adat) yang urutannya sebagai berikut (dihitung dari sebelah barat):1. Tongkonan Salassa' dibangun oleh Salassa'2. Tongkonan Buntu dibangun oleh Ne' Tatan3. Tongkonan Ne' Niro dibangun oleh Patangke dan Sampe bungin4. Tongkonan Ne' Darre dibangun oleh Ne' Matasik5. Tongkonan Ne' Sapea dibangun oleh Ne' Sapiah6. Tongkonan Katile dibangun oleh Ne' Pipe7. Tongkonan Ne' Malle dibangun oleh Ne' Malle8. Tongkonan Sasana Budaya dibangun oleh Ne' Malle9. Tongkonan Bamba II dibangun oleh Patampang10. Tongkonan Ne' Babu' dibangun oleh Ne' Babu'11. Tongkonan Bamba I dibangun oleh Ne' Ta'pare
Sebagaimana layaknya tongkonan di Tana Toraja, maka tongkonan Palawa' juga memiliki rante yang disebut Rante Pa'padanunan dan liang tua (kuburan batu) di Tiro Allo dan Kamandi. Selain Tongkonan juga dibangun lumbung atau alang sura' (tempat menyimpan 
Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan yang berada di antara pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari Rantepao